Sebagian orang juga menandai pergantian tahun baru dengan membuat resolusi baru untuk merencanakan apa yang ingin dicapai pada tahun berikutnya. Di banyak organisasi, siklus akhir tahun diwarnai dengan kegiatan penilaian kinerja karyawan, atau yang dikenal dengan istilah Performance Appraisal.
Kinerja merupakan hasil pencapaian kerja seseorang dalam menyelesaikan setiap tugas yang diembannya. Pada tahapan evaluasi ini biasanya seorang atasan akan memberikan penilaian secara langsung terhadap kinerja bawahannya pada periode yang telah berlalu.
Pada saat melakukan evaluasi kinerja, sering ditemui beberapa kesalahan karena teknik penilaian yang bersifat subyektif. Beberapa penyebabnya antara lain:
1. Leniency Tendency, atau kecenderungan untuk memberikan nilai tinggi. Si penilai bersifat murah hati atau sungkan memberikan nilai rendah.
2. Central Tendency, atau tendensi sentral. Terjadi ketika si penilai menghindari nilai yang terlalu ekstrem sehingga yang terjadi adalah kecenderungan untuk selalu memberikan nilai tengah atau sedang.
3. Severity Tendency, atau kecenderungan untuk memberikan nilai rendah. Si penilai cenderung terlalu kritis dalam menilai sesuatu.
4. Halo Effect, atau efek halo. Penilaian yang sangat dipengaruhi oleh ciri atau sifat seseorang. Bila seseorang dikenal baik di komunitasnya, maka kecenderungan ia akan dinilai baik dari sudut pandang manapun.
5. Like and Dislike, atau rasa suka dan tidak suka. Ini terjadi ketika emosi terlibat dengan sangat kuat, baik itu negatif atau positif, yang terjalin antara atasan dan bawahan. Bila pengaruh ini sangat kuat dan berlangsung lama, maka akan sangat berdampak pada hasil penilaian di periode berikutnya.
6. Stereotype, atau prasangka yang dilekatkan pada seseorang. Prasangka ini bisa berdasarkan gender, bahkan SARA. Misalnya orang dari etnis Tionghoa dikenal tekun dan pandai
7. Recency Effect, atau penilaian yang diberikan berdasarkan kesan terakhir, baik atau buruk, yang terekam pada saat penilaian. Sehingga apabila kinerja akhirnya buruk, maka si penilai akan cenderung memberikan nilai buruk tanpa mempertimbangkan kinerja baik sebelumnya.
Kesalahan dalam Performance Appraisal ini menjadi isu bagi karyawan bahwa mereka tidak dinilai berdasarkan kinerja mereka yang sesungguhnya. Hasil Indonesian Human Capital Study (IHCS) yang dilakukan oleh Dunamis Human Capital pada tahun 2009 dan 2010 juga menunjukkan bahwa Performance Management merupakan hal yang paling disarankan oleh karyawan untuk diperbaiki.
Pada pendekatan Human Capital, Performance Management bukan hanya untuk menilai kinerja seseorang melainkan sebuah pendekatan manajemen untuk memastikan setiap karyawan memfokuskan pekerjaan mereka pada pencapaian sasaran organisasi sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing, sesuai dengan jabatannya, sehingga diperlukan suatu proses penyelarasan (alignment) antara sasaran organisasi, sasaran unit kerja dan sasaran individu. Selain itu Performance Management juga harus dapat memastikan setiap karyawan termotivasi untuk menghasilkan kinerja terbaik mereka.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Performance Mangement System (PMS) memiliki tiga tahapan penting untuk setiap siklusnya, yaitu :
1. Performance Planning
2. Performance Tracking and Coaching
3. Performance Evaluation
Performance Planning berupa proses untuk memastikan terjadinya keselarasan antara sasaran organisasi, sasaran unit kerja dan sasaran individu. Untuk itu atasan dan bawahan harus melakukan dialog untuk saling memperjelas ekspektasi. Di tahapan ini dilakukan review atas Distinct Job Profile (DJP). DJP merupakan satu-satunya dokumen acuan yang menyediakan segala bentuk informasi yang relevan serta komprehensif terhadap sebuah jabatan di organisasi. Pada tahapan ini karyawan akan diminta untuk meninjau ulang Job Description terkait, apakah Main Responsibility (tanggung jawab utama pemangku jabatan), Key Performance Indicator (ukuran keberhasilan pencapaian kinerja) serta Main Authority (kewenangan utama selaku pemangku jabatan) masih relevan atau tidak dengan strategi bisnis organisasi.
Tahapan kedua dari siklus PMS adalah Performance Tracking and Coaching atau tahapan dimana atasan meninjau progres kinerja bawahan. Apabila pada prosesnya seorang karyawan menemukan kesulitan atau hambatan dalam mencapai sasaran, ia dapat dengan segera melakukan konsultasi dengan atasannya. Disini peran atasan sangat penting dalam membina serta memberikan arahan, bahkan jika diperlukan corrective action dilakukan demi tercapainya sasaran kinerja bawahan. Karyawan juga diharapkan dapat belajar dari kesuksesan serta kegagalan yang dialami. Yang terpenting adalah bagaimana pembinaan dari
atasan dapat berjalan secara efektif sesuai perannya dalam mendukung pencapaian target bawahan.
Tahapan terakhir adalah Performance Evaluation atau evaluasi kinerja. Tahapan ini menjadi lebih mudah karena seluruh sasaran penting yang harus dicapai oleh setiap karyawan telah dijabarkan dengan jelas, baik KPI, target, rating criteria dan evidence sehingga karyawan dapat melakukan self assessment. Berkat dokumen tersebut, penilaian kini dilakukan secara obyektif, berdasarkan fakta yang dapat dibuktikan atau diuji oleh orang lain. Pada tahapan ini, karyawan juga menerima feedback dari atasan secara langsung untuk perbaikan kinerja di periode berikutnya. Proses selanjutnya adalah menyiapkan rencana pengembangan karyawan. Apakah ada karyawan yang perlu diberikan pelatihan khusus atau yang perlu dikembangkan karirnya. Selesai dari sini, organisasi selanjutnya bersiap menuju periode PMS berikutnya.
Untuk mengimplementasikan Performance Management System, bukan hanya ketersediaan tools saja yang diperlukan, namun perubahan paradigma para line manager dalam melihat pentingnya PMS sebagai tools untuk memastikan setiap jabatan memiliki peran penting untuk mencapai sasaran organisasi, serta mengoptimalkan peran mereka menjadi great leader. Konsep Leadership Greatness yang diusung oleh FranklinCovey menyatakan empat ciri great leader yakni: Inspire Trust, Clarify Purpose, Align Systems, dan Unleash Talent. Dan keempat hal ini sangat diperlukan untuk kesuksesan implementasi PMS di organisasi.
Pendekatan Human Capital dalam proses Performance Management System tidak hanya mampu mengukur atau menilai kinerja masa lalu, namun PMS juga mampu memprediksi sukses di masa depan.
Pergantian tahun sudah di depan mata. Dan layaknya sebuah semangat baru dalam menyambut pergantian tahun, semoga ulasan di atas dapat menjadi penyemangat baru dalam merencanakan desain sistem penilaian kinerja yang baru.
Awal baru, semangat baru!
Dunamis Human Capital
Dikutip dari DunamisNewsletter edisi Desember 2011